Wednesday, April 13, 2016

Biografi 7 Ahli Politik Indonesia dan Dunia


1. Surya Paloh

Surya Paloh lahir di Tanah Rencong, di daerah yang tak pernah dijajah Belanda. Ia besar di kota Pematang Siantar, Sumut di daerah yang memunculkan tokoh-tokoh brsar semacam TB. Simatupang, Adam Malik, Parada Harahap, A.M. Sipahutar, Harun Nasution. Ia menjadi pengusaha di kota Medan, daerah yang membesarkan tokoh PNI dan tokoh bisnis TD Pardede. Aktivitas politiknya yang menyebabkan Surya Paloh pindah ke Jakarta, menjadi anggota MPR dua periode. Justru di kota metropolitan ini, kemudian Surya Paloh terkenal sebagai seorang pengusaha muda Indonesia.

Sembari berdagang, Surya Paloh juga menekuni kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

Fakultas Sosial Politik, Universitas Islam Sumatera Utara, Medan. Di kota yang terkenal keras dan semrawut ini, keinginan berorganisasi yang sudah berkembang sejak dari kota Pematang tumbuh dalam dirinya. Situasi pada saat itu, memang mengarahkan mereka aktif dalam organisasi massa yang sama-sama menentang krbijakan salah dari pemerintahan orde lama. Surya Paloh menjadi salah seorang pemimpin Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI). Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda dan Pelajar pada Sekber Golkar. Beberapa tahun kemudian, Surya Paloh mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-ABRI), lalu ia menjadi Pimpinan PT-ABRI Sumut. Bahkan organisasi ini, pada tahun 1978, didirikannya bersama anak ABRI yang lain, di tingkat pusat Jakarta, dikenal dengan nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI).

Kesadarannya bahwa dalam kegiatan politik harus ada uang sebagai biaya hidup dan biaya perjuangan, menyebabkan ia harus bekerja keras mencari uang, dengan mendirikan perusahaan atau menjual berbagai jenis jasa. Ia mendirikan perusahaan jasa boga, yang belakangan dikenal sebagai perusahaan catering terbesar di Inonesia. Keberhasilannya sebagai pengusaha jasa boga, menyebabkan ia lebih giat belajar menambah ilmu dan pengalaman, sekaligus meningkatkan aktivitasnya di organisasi. Menyusuri kesuksesan itu, ia melihat peluang di bidang usaha penerbitan pers. Surya Paloh mendirikan Surat Kabar Harian Prioritas. Kemudian surat kabar yang ia buat divabut SIUPP-ny oleh pemerintah karena dianggap kurang sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik Indonesia.

Karena dirinya tidak mau menyerah, akhirnya ia bekerja sama dengan Achmad Taufik untuk menghidupkan kembali Majalah Vista. Pada tahun 1989, Surya Paloh bekerja sama dengan Drs. T. Yously Syah mengelola koran Media Indonesia. Atas persetujuan Yously sebagai pemilik dan Pemrednya, Surya Paloh memboyong Media Indonesia ke Gedung Prioritas. Penyajian dan bentuk logo surat kabar ini dibuat seperti Almarhum prioritas. Kemudian ia mencari tantangan baru, masuk ke bisnis pers. Padahal bisnis pers adalah dunia yang tidak diketahuinya sebelum itu. Kewartawanan juga bukan profesinya, tetapi ia berani memasuki dunia ini, memasuki pasar yang kelihatannya sudah jenuh. Ia bersaing dengan Penerbit Gramedia Group yang dipimpin oleh Yakob Utama, wartawan senior. Ia berhadapan dengan Kartini Group yang sudah puluhan tahun memasuki bisnis penerbitan. Ia tidak segan pada Pos Kota Group yang diotaki Harmoko, mantan Menpen RI. Bahkan ia tidak takut pada Grafisi Group yang di back up oleh pengusaha terkenal Ir. Ciputra, bos Jaya Group. Kendati kondisi pasar pers begitu ramai dengan persaingan, Surya Paloh tak sedikitpun bergeming. Bahkan ia berani mempertaruhkan modal dalam jumlah relatif besar, dengan melakukan terobosan-terobosan baru yang tak biasa dilakukan oleh pengusaha terdahulu. Dengan mencetak berwarna misalnya. Ia berani mengadapi resiko rugi atau bangkrut. Ia sangat kreatif dan inoivatif. Dan ia berhasil.


2. Prof. Dr. (H.C.) Miriam Budiardjo, MA
Prof. Dr.(H.C.) Miriam Budiardjo, MA lahir di Kediri tanggal 20 November 1923, dan wafat di RS Medistra, Jakarta akibat komplikasi pernafasan dan gagal ginjal. Beliau sempat beberapa kali dirawat inap di RSCM dan RS Medistra. Beliau dimakamkan Selasa 09 Januari 2007 pukul 10.00 di TPU Giritama, Desa Tonjong, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ibu Miriam meninggalakn seorang putri, Gitayana Prasodjo dan dua cucu. Suaminya, Ali Budiardjo (mantan Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan), wafat pada tahun 1999. Miriam Budiardjo adalah perempuan pertama yang pernah bertugas di New Delhi, India, dan Washington

DC, Amerika Serikat (AS).

Semasa hidupnya, beliau banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat, bangsa dan negara. Sebelum penugasan pada perwakilan RI di New Delhi, India (1948-1950), dalam rangka perjuangan kemerdekaan, beliau diperbantukan pada Sekretariat Perundingan Linggarjati dan Perundingan Renville. Kemudian beliau ditempatkan di Kedubes RI di Washington DC (1950-1953) sebagai Sekretaris II sambil meneruskan studi pada Graduate School, Georgetown University, dengan memperoleh MA dalam Ilmu Politik pada tahun 1955 dan mengikuti kuliah di Harvard (1959-1961). Beliau pernah menjabat sebgai Pembantu Dekan I dan kemudian menjadi Dekan FISIP UI (1974-1979). Beliau juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua I Komnas HAM (1993-1998). Pada tahun 1999, beliau terpilih menjadi anggota Tim Sebelas (Tim Persiapan Komisi Pemilihan Umum) dan anggota Panwaslu. Hingga di usianya yang ke-81, beliau masih memberi kuliah di beberapa perguruan tinggi antara lain Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian, Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia dalam Jurusan Ilmu Politik (FISIP-UI).

Beberapa karyanya yang pernah diterbitkan diantaranya adalah Dasar-dasar Ilmu Politik; perkembangan Ilmu Politik di Indonesia; Demokrasi di Indonesia; Menggapai Kedaulatan Untuk Rakyat; Partisipasi dan Partai Politik; Masalah Kenegaraan; simposium Kapitalisme; Sosialisme dan Demokrasi; Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa; dan Teori –teori Politik Dewasa ini.

Ilmu Politik menurut Miriam Budiardjo adalah ilmu yang mempelajari tentang perpolitikan. Politik diartikan sebagai usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. Orang Yunani seperti Plato dan Aristoteles menyebutnya sebagai en dam onia atau the good life (kehidupan yang baik).


3. HOS Tjokroaminoto

HOS Tjokroaminoto lahir di Bakur, sebuah desa di Madiun, pada 16 Agustus 1882, Haji Oemar Said Tjokroaminoto sejatinya menyandang gelar Raden Mas kendati ia tidak pernah menyertakan embel-embel kebangsawanan ppada namanya. Ayahnya, RM Tjokroamiseno, pernah menjadi bupati Ponorogo. Neneknya juga seorang puteri agung Susuhunan II dari Kerajaan Surakarta. Bgitu pula isterinya, Raden Ajeng Soeharsikin yang berayahkan patih eakil bupati Ponorogo.

Tjokroaminoto adalah alumni Opleiding school voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang. Karena

Termasuk kaum bangsawan, Tjokro bisa mengenyam pendidikan di sekolah Belanda yang mencetak pegawai-pegawai pemerintah kolonial itu. Lulus dari OSVIA, pada tahun 1902 Tjokroaminoto bekerja sebagai juru tulis di kesatuan pegawai administratif bumiputera di Ngawi.

Prestasi perdana Tjokroaminoto adalah ketika ia sukses menyelenggarakan vergadering SI yang pertama, yaitu pada 13 Januari 1913 di Surabaya. Rapat besar itu dihadiri sebanyak 15 cabang SI, 13 diantaranya adalah mewakili 80.000 orang anggotanya. Kongres pertama SI sendiri baru terlaksana dua bulan berikutnya, yaitu pada 25 Maret 1913 di Surakarta dimana Tjokroaminoto terpilih menjadi ketua CSI mendampingi Haji Samanhoedi. Dalam posisi wakil ketua inilah Tjokro mulai menanamkan pengaruhnya di kalangan pengurus dan massa SI.

Pemikiran Tjokroaminoto selamanya akan menjadi acuan yang bermanfaat. Tentang islam, sosialisme, politik, pemerintahan sendiri, nasionalisme, kmerdekaan, anti feodalisme, anti kapitalisme, penyadaran kebangsaan, bahkan segala penjuru kehidupannya memuat guna yang tak sedikit bagi terbentuknya bangsa Indonesia yang berdaulat penuh dan bangsa yang utuh.

Sebagai tokoh besar yang sangat berpengaruh, Tjokroaminoto tentu saja memiliki prinsip dan ideologi yang sangat kuat (meski beberapa pihak menyatakan bahwa Tjokroaminoto sempat memperlihatkan sifat bermuka dua, terutama pada awal periode kepemimpinan, ketika ia terlalu loyal pada pemerintah Belanda) dalam menjalankan aksi politiknya. Anggapan bahwa ia bermuka dua tida serta merta menghilangkan namanya dari aksi perjuangan memperoleh keadilan bagi pribumi dan rakyat kecil.


4. Abraham Lincoln

Ia dikenal sebagai Mantan presiden Amerika yang ke

16 yang menhapus perbudakan di Amerika. Ia menjabat sejak 4 Maret 1861 hingga ia dibunuh, namun ia sangat dicintai oleh rakyatnya karena mempertahankan persatuan bangsa, dan menghapuskan perbudakan. Abraham Lincoln lahir di Kentucky, AS, dimana ayahny bekerja sebagai tukang kayu. Ia telah kehilangan ibunya sejak dini, kemudian ayahnya menikah lagi. Namun Lincoln dan saudara perempuannya sangat mencintai ibu tirinya itu. Lincoln cilik tumbuh menjadi pemuda jangkung dan tegap. Pakaiannya selalu tak pernah tampak pas. Lengan bajunya selalu terasa

Pendek dan celananya selalu menggantung diatas mata kaki. Bila diamati, sepertinya ia tak pantas menjadi orang besar di kemudian hari, yang ternyata terwujud.

Lincoln tidak mengikuti pendidikan pada umumnya, namun ia giat belajar membaca dan menulis sampai berhasil menjadi seorang pengacara. Meskipun kadang-kadang dia dianggap sebagai seorang ‘homo’ oleh para tetangga karena tingkah dan cara berpakaiannya, namun ia cukup supel kepada warga sekitar. Ini semata-mata karena ia memiliki rasa humor yang menonjol dan selalu membuat orang lain gembira. Cinta pertamanya jatuh kepada seorang wanita bernama Anne Rutledge, anak tetangga pemilik losmen dimana ia tinggal. Ayah Anne-lah yang menyarankan agar Lincoln terjun ke dunia politik.


5. Winston Churchill

Sir Winson Leonard Spencer Churchill lahir pada tanggal 30 November 1874 dan wafat pada tanggal 24 Januari 1965. Dia adalah tokoh politik dan pengarang dari Inggris yang paling dikenal sebagai Perdana Menteri Britania Raya sewaktu Perang Dunia Kedua. Peranannya sebagai ahli strategi, orator, diplomat dan politisi terkemuka menjadikan Churchill salah satu dari tokoh paling berpengaruh di sejarah dunia. Pada tahun 1953, Churchill dianugrahkan penghargaan Nobel di bidang literatur karena sumbangan yang ia berikan dalam buku-buku karangannya mengenai

Bahasa inggris dan sejarah dunia. Nama keluarga Churchill yang sebenarnya adalah Spencer-Churchill (karena ia mempunyai hubungan darah dengan keluarga Spencer), tetapi dimulai dengan ayahnya, Lord Randolph Churchill, seluruh keluarganya mulai menggunakan nama keluarga Churchill.

Winston Churchill adalah keturunan dari keluarga Churchill pertama yang dikenal luas, John Churchill, Duke Marlborough pertama. Ayah Winston, Lord Randolph Churchill, adalah tokoh politik yang juga merupakan anak ketiga dari John Spencer-Churchill, Duke Marlborough ke-7. Ibu Winston adalah Lady Randolph Churchill (Jennie Jerome), putri dari jutawan Amerika Leonard Jerome. Winston Churchill dilahirkan di Blenheim Palace di Woodstock, Oxfordshire; ia dilahirkan tanpa persiapan ketika ibunya mulai mengalami kontraksi ketika sedang bepergian di kereta kuda.

Seperti anak laki-laki lain yang berasal dari kelas atas di masa itu, masa kecilnya kebanyakan dihabiska di asrama sekolah. Salah satu anekdot yang tersebar luas adalah cerita waktu Churchill menulis ujian masuk ke Sekolah Harrow. Ketika ujian bahasa latin, ia hanya menulis titel, namanya, nomor 1 dan titik. Meskipun ia diterima masuk, ia ditempatkan di kelas untuk murid yang tidak berprestasi, pelajaran dikonsentrasikan ke bahasa Inggris, bidang pelajaran yang dikuasai dengan sangat baik oleh Churchill. Sekarang, setiap tahun, sekolah Harrow memberikan penghargaan Churchill (Churchill Essay-Prize) untuk karangan yang membahas topik yang telah ditentukan sebelumnya oleh kepala bagian bahasa Inggris.


Churchill menggunakan kemashyuran yang didapainya untuk memulakan kerja politik yang merangkumi tempo selama 60 tahun, bertugas sebagai seorang MP di House of Commons dari 1901 sehingga 1922 dan dari 1924 hingga 1964. Sebagai anggota Conservative party, dia pindah ke Liberals an menyertai kabinet ketika berusia awal 30an. Dia merupakan salah seorang daripada perancang politik dan ketentaraan bagi pendaratan Gallipoli yang menemui kegagalan di Dardenelles ketika perang dunia I, yang menyebabkan dia digelar sebagai “penyembah Gallipoli”. Dia merupakan salah seorang yang menandatangani perjanjian Anglo-Irlandia pada tahun1921 yang menubuhkan Negara Irlandia bebas.

Karirnya sebagai politisi dimulai ketika ia memenangkan kursi di Oldham pada 1900. Dia telah memiliki keberhasilan relatif dalam panggung politik, salah satu prestasinya semakin meningkatnya Anggaran Rakyat karena dikenakan pajak tehadap orang kaya dan memiliki uang untuk program-program kesejahteraan sosial. Karir politiknya telah memiliki pasang surut, dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan Britania Raya pada tahun 1927 dan kemudian diasingkan dari panggung politik. Churchill benar-benar mulai bersinar ketika dia kembali ke panggung politik selama awal Perang Dunia II. Sebagai Perdana Menteri, dia memimpin Inggris untuk melawan terhadap orang Jerman. Selain politisi, Churchill juga seorang seniman, sejarawan dan penulis; karya-karyanya memenangkan Hadiah Nobel Sastra.


6. Susilo Bambang Yudhoyono
` Jend. Jend. TNI (Purn.) Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Indonesia, 9 September 1949; umur 60 tahun) adalah Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004. Ia, bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu Presiden 2004. Ia berhasil melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono. Sehingga, sejak era reformasi dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan Presiden Indonesia pertama yang menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali untuk periode kedua.

Yudhoyono yang dipanggil “Sus” oleh orang tuanya dan populer dengan panggilan “SBY”, melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di Pacitan. Ia merupakan seorang pensiunan militer. Selama di militer ia lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999 dan tampil sebagai salah seorang pendiri Partai Demokrat. Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September 2000. Pada Pemilu Presiden 2004, keunggulan suaranya dari Presiden Megawati Soekarnoputri membuatnya menjadi presiden pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat Indonesia. Hal ini dimungkinkan setelah melalui amandemen UUD 1945.

Dalam kehidupan pribadinya, Ia menikah dengan Kristiani Herrawati yang merupakan anak perempuan ketiga Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo (alm), komandan RPKAD (kini Kopassus) yang turut membantu menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965.

Ia lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari anak pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari ayahnya, silsilahnya dapat dilacak hingga Pangeran Buwono Keling dari Kerajaan Majapahit dengan RM. Kustilah yang merupakan keturunan Gusti Bandoro Ayu (putri Sri Sultan Hamengkubuwono III.

Seperti ayahnya; Viditaris Sasongko, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang adalah anak perempuan ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965. Dari pernikahan mereka lahir dua anak lelaki, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (lahir 1979) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1982).

Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun 1997 dan Akademi Militer Indonesia tahun 2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang prajurit dengan pangkat Letnan Satu TNI Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion infantri di Bandung, Jawa Barat. Agus menikahi Anissa Larasati Pohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Sejak pertengahan 2005, Agus menjalani pendidikan untuk gelar master-nya di Strategic Studies at Institute of Defense and Strategic Studies, Singapura. Anak yang bungsu, Edhie Baskoro lulus dengan gelar ganda dalam Financial Commerce dan Electrical Commerce tahun 2005 dari Curtin University of Technology di Perth, Australia Barat.

Tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang Istimewa MPR 1998. Pada 29 Oktober 1999, ia diangkat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Setahun kemudian, tepatnya 26 Oktober 1999, ia dilantik sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.

Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.

Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.

Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret 2004. Berdirinya Partai Demokrat pada 9 September 2002 menguatkan namanya untuk mencapai kerier politik puncak. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi presiden dalam pemilu presiden 2004.

Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye pemilu legislatif 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 persen suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden dan berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.


7. Megawati Soekarno Putri
Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri (lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947; umur 62 tahun) adalah Presiden Indonesia dari 23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita pertama dan presiden kelima di Indonesia. Namanya cukup dikenal dengan Megawati Soekarnoputri. Pada 20 September 2004, ia kalah dalam tahap kedua pemilu presiden 2004. Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 1999-2001, ia adalah Wakil Presiden.

Megawati adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ibunya Fatmawati kelahiran Bengkulu di mana Sukarno dahulu diasingkan pada masa penjajahan belanda. Megawati dibesarkan dalam suasana kemewahan di Istana Merdeka.

Dia pernah menuntut ilmu di Universitas Padjadjaran di Bandung (tidak sampai lulus) dalam bidang pertanian, selain juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (tetapi tidak sampai lulus).

Karir politik Mega yang penuh liku seakan sejalan dengan garis kehidupan rumah tangganya yang pernah mengalami kegagalan. Suami pertamanya, seorang pilot AURI, tewas dalam kecelakaan pesawat di laut sekitar Biak, Irian Jaya. Waktu itu usia Mega masih awal dua puluhan dengan dua anak yang masih kecil. Namun, ia menjalin kasih kembali dengan seorang pria asal Mesir, tetapi pernikahannya tak berlangsung lama. Kebahagiaan dan kedamaian hidup rumah tangganya baru dirasakan setelah ia menikah dengan Moh. Taufiq Kiemas, rekannya sesama aktivis di GMNI dulu, yang juga menjadi salah seorang penggerak PDIP.

Jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada Megawati. Karena sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun aktif di GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia).

1986
Pergantian tampuk pimpinan pemerintahan Indonesia.
Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karir politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI.

1993
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.

1996

Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.

Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.

Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.

Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terbalah dua: PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.

1997

Keberpihakan massa PDI kepada Mega makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan suara PDI di bawah Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke Partai Persatuan Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah “Mega Bintang”. Mega sendiri memilih golput saat itu.

1999

Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.


Sumber : 


https://biografitokohdunia.wordpress.com/category/tokoh-politik/

http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1654-guru-besar-para-pakar-politik

http://www.biografiku.com/2009/01/biografi-abraham-lincoln.html

http://www.biografiku.com/2009/01/biografi-winston-churchill.html

http://www.biografipedia.com/

No comments:

Post a Comment

Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )

Pertanyaan dan Jawaban Kelompok 8 1. Apakah boleh atau bisa memecat atau PHK secara sepihak tanpa ada peringatan terlebih dahulu ? J...